GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Sebelum membahas tentang perusahaan
yang belum menerapkan Good Corporate governance ( GCG ) ini , saya akan sedikit
mengulas / mengingat kembali arti dari GCG tersebut .
Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Ia berkaitan
erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun
terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan
yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG
oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan
dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan GCG juga diharapkan
dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good governance pada
umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good
governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang
bersih dan berwibawa.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, pada tahun 2004 Pemerintah
telah mengubah Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menjadi Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan
Sub-Komite Korporasi. Salah satu tugas penting dari Sub-Komite Korporasi adalah
menciptakan pedoman bagi dunia usaha dalam menerapkan GCG. Pedoman GCG
merupakan panduan bagi perusahaan dalam membangun, melaksanakan dan
mengkomunikasikan praktek GCG kepada pemangku kepentingan. Oleh karena itu,
saya menyambut baik diselesaikannya penyempurnaan Pedoman Umum GCG oleh KNKG. Pedoman
Umum GCG ini bukan merupakan peraturan perundangan, tetapi berisi hal-hal
sangat prinsip yang semestinya menjadi landasan bagi perusahaan yang ingin mempertahankan
kesinambungan usahanya dalam jangka panjang dalam koridor etika bisnis yang
berlaku. Oleh karena itu, dengan Pedoman Umum GCG ini, masing-masing perusahaan
diharapkan mempraktekkan GCG atas dasar kesadaran sendiri. Saya menghimbau agar
asosiasi dan lembaga yang terkait dengan pemeliharaan kesehatan perusahaan
dapat berperan dalam mensosialisasikan dan mendorong
perusahaan-perusahaan untuk menjalankan GCG. Selain itu,
regulator juga diharapkan dapat mengadopsi prinsip-prinsip yang termuat di
Pedoman Umum GCG ini dalam membuat peraturan-peraturan sehingga mendukung
meluasnya praktek GCG di Indonesia.
Prinsip dasar
untuk melaksakan Good Corporate Governance :
1.
Negara dan perangkatnya
menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat,
efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan
hukum secara konsisten (consistent law enforcement).
2.
Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan
GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
3.
Masyarakat sebagai
pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena dampak dari
keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social
control) secara obyektif dan bertanggung jawab.
Penegakan internal dalam pelaksanaan
GCG dilakukan melalui 3 tahap.
Ø Tahap pertama adalah meningkatkan komitmen bersama untuk melaksanakan
prinsip-prinsip Corporate Governance (TARIF). Untuk tujuan ini perlu
dikembangkan rambu-rambu yang mengatur struktur perusahaan, sistem, prosedur
dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk mematuhi semua ketentuan dan kesepakatan
dalam menerapkan prinsip GCG, baik yang wajib maupun yang bersifat sukarela.
Ø Tahap kedua adalah melaksanakan dan membangun perusahaan yang terkendali.
Hal ini dapat dilakukan dengan membangun sistem kontrol internal dan
pengendalian risiko, termasuk pelaksanaan WBS.
Ø Tahap ketiga perusahaan berupaya mengaktualisasikan seluruh kegiatan bisnis
yang beretika, sebagai perwujudan warga masyarakat yang baik. Pada tahap ini
kegiatan CSR menjadi bagian dari strategis bisnis perusahaan. Pada akhirnya,
tujuan perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan dan pengembangan bisnis yang
berkelanjutan yang juga merupakan kepentingan dari semua pemangku kepentingan.
Kegagalan Penerapan GCG Pada Perusahaan Publik di
Indonesia
Pentingnya penerapan GCG
dalam suatu perusahaan baru diakui oleh
banyak pihak setelah terjadi skandal korporasi terbesar
pada beberapa perusahaan raksasa di Amerika seperti Enron Corporation,
Healthsouth, Tyco, dan WorldCom yang telah menurunkan tingkat kepercayaan
investor dan publik terhadap perusahaan.25 Enron merupakan sebuah perusahaan
terbesar ketujuh di Amerika Serikat. Masyarakat Amerika pada saat terjadinya
peristiwa tersebut akan selalu menyempatkan diri untuk membaca artikel tentang
skandal korporasi yang terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat. Media
televisi maupun media cetak lainnya melaporkan secara berkesinambungan tentang bagaimana
perusahaan-perusahaan bonafid seperti Enron, WorldCom, Global Crossing dan
Qwest telah menyesatkan publik tentang laporan pertumbuhan keuangan dan
pendapatannya, yang dipergunakan untuk menaikkan nilai saham dan mempertahankan
rating perusahaan yang diberikan oleh para analis. Beberapa tindakan
penyalahgunaan corporate governance yang dilakukan oleh para organ perusahaan
tidak hanya dapat menyesatkan pemegang saham mengenai prospek dan kinerja
perusahaan, tetapi juga pihak lain yang terkait seperti kreditur, pegawai,
buruh, dan masyarakat. Hal ini tentu saja dapat berdampak pada menurunnya harga
saham perusahaan. Para pekerja kehilangan pekerjaan, dan yang lebih ekstrim adalah
perusahaan tersebut menjadi pailit.27
Di Indonesia, GCG mulai banyak diterapkan pada
perusahaanperusahaan setelah terjadinya krisis moneter 1997. Para pengamat
ekonomi menyatakan bahwa krisis moneter terjadi karena adanya pola praktik corporate
governance yang buruk di negara-negara Asia khususnya di Indonesia. Untuk itu,
sebagian besar negara Asia pada saat ini telah mulai menerima dan menyadari
bahwa mereka membutuhkan suatu perbaikan atau reformasi dalam pasar,
perusahaan, dan pemerintahan mereka. Setelah sepuluh tahun berlalu, dapat dilihat
pertumbuhan negara-negara yang pernah terkena krisis moneter. Korea Selatan
yang mengalami kejahatan finansial yang melibatkan para eksekutif puncak, kini
telah pulih. Hal yang sama juga terlihat di Thailand dan negara-negara Asean
lainnya. Sedangkan Indonesia, masih dalam proses perbaikan yang dapat dikatakan
lambat. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asian Corporate Governance Association
(ACGA), Pricewaterhouse Coopers, dan Mc Kinsey & Co, menemukan beberapa
persoalan yang menghambat penerapan GCG di
Indonesia, antara lain :
1. Praktik-praktik perusahaan yang dibiayai oleh
perbankan milik
kelompok usahanya sendiri
serta adanya pinjaman jangka pendek dari
luar negeri. Praktik ini mempengaruhi exchange rate dan pinjaman yang
digunakan untuk spekulasi
dalam bidang usaha yang tidak
menghasilkan devisa. Hal ini
menyebabkan kesulitan perusahaan
dalam mengembalikan utangnya
ketika terjadi krisis moneter;
2. Dominasi pemegang saham;
3. Tidak efektifnya kinerja regulator dan lembaga-lembaga
keuangan dan
4.
Lemahnya
perlindungan terhadap kreditur dan investor.
Survei lain yang dilakukan oleh konsultan Asian
development Bank (ADB) membuktikan bahwa 310 emiten yang tercatat di BEJ pada
20 Oktober 2001, hanya ada 8 emiten yang telah memenuhi standar GCG yang baik. Kedelapan
emiten tersebut adalah PT Antam Tbk., PT Bank Universal Tbk., PT Unilever Tbk.,
PT Bank NISP Tbk., PT Tambang Timah Tbk., PT Bank Niaga Tbk., PT Bank Astra
International Tbk., dan PT Bank BCA Tbk. Penerapan GCG pada perusahaan publik
di Indonesia dapat dikatakan gagal untuk diterapkan. Padahal, kehadiran GCG di
Indonesia merupakan hal yang vital sebagai salah satu solusi untuk menciptakan
kegiatan berusaha yang kondusif dan dapat menghindarkan segala bentuk skandal dalam
suatu perusahaan, terutama di Indonesia yang merupakan negara dengan budaya
korupsi yang sangat tinggi dan etika berusaha yang rendah.
Analisis :
Bahwa empat komponen utama yang
diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness,
transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut
penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten
terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi
penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak
menggambarkan
nilai fundamental perusahaan.
sumber :
nilai fundamental perusahaan.
sumber :
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. 2004. Pedoman
Good Corporate Governance Perbankan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar